Sabtu, 19 Januari 2013

Kenangan





Pantai Parangtritis - GAZEMA - Februari 2010








Bakso dan Mie Ayam Jl.Parangtritis - GAZEMA 






 
 

 Rumah Makan Tempo Doeloe - Desember 2010 
PPK SMAN 7 YOGYAKARTA








 
   Sharavina Delani     






  



  KALI KUNING - PPK feat Akbar Sigit Tomi 









MUDIKA SANBLASTA - IBADAT VALENTINE 









 SASONO HINGGIL
Mudika KRATON - Tugas Koor Misa Paskah 2011








 
Gereja HKTY Ganjuran
Reuni - 9A SMP PangudiLuhur I Yogyakarta



 






Classmeeting Futsal - FOZFOR - Smaven
  




  
 
PPK SMAN 7 Yogyakarta - Rekoleksi 2010






FOZFOR 2012
SMAN 7 YOGYAKARTA






Fozfor Futsal Team - Lapangan Futsal SMAN 7 Yogyakarta
CLASSMEETING







Wisuda Purna Siswa SMAN 7 Yogyakarta

   





 
ANAEL :D  






 
MUDIKA SANBLASTA - Ibadat Arwah November 2012












 
Classmeet Volley - Lap.Voli - SMAVEN










  
yns :D












REMBUG 2012 - KMK UGM - Wisma  Pojok















OMAH JAWI - Paguyuban Lektor Pugeran
PELATIHAN LEKTOR - Juli 2012







Wisma APKM - KMKATH FMIPA UGM - Weekend










Pantai DEPOK - KMKATH FMIPA UGM - Follow Up Weekend

Jumat, 11 Januari 2013

Perjalanan #1

Perempatan Jokteng Kulon - Gereja Gunung Sempu - Gereja Pugeran - Spenamlasta - Gang kecil samping Spenamlasta - Puskesmas Dukuh - Bisha Net - Rumah Sekar - Rumah Wawan - Rumahku - Rumah Mbak Desi - Rumah temannya Dewi - Tamansari - Quick Chicken - Jogja Chicken Jl Bantul - Tambal Ban Jokteng Kulon - Alun-alun Selatan - Ambarukmo Plaza - 21 Cinema - Mall Malioboro - Kraton - Lesehan Lele Jl MT Haryono - Boro Asri Menoreh Kulon Progo - Bali Net - SD Marsudirini - Angkringan BK - SMAVEN - Gereja Ganjuran - Progo - IN tshirt - Nugroho.

14 juni 2011 - ??

Kamis, 03 Januari 2013

Superman Is Dead; Oase di Tengah Pemikiran Sempit Keseragaman
Oleh I Wayan “Gendo” Suardana


“Superman Is Dead (S.I.D) menginspirasi dan mengajarkan kami tentang indahnya perbedaan dan untuk menghormati keberagaman!” Kurang lebih itulah pendapat salah seorang penonton yang hadir dalam gig semalam (12/3/09) di salah satu pusat hiburan di bilangan Jakarta Pusat. Pernyataan secara terbuka yang diucapkan dalam sebuah panggung “glam” peluncuran album baru S.I.D yang bertajuk Angels & the OutSIDers.
Damn! Saya tersentak dengan pernyataan tersebut. Pernyataan yang sudah sangat lama saya nanti-nantikan tiba-tiba terdengar langsung oleh telinga saya. Mungkin banyak orang yang akan bertanya-tanya, apa istimewanya komentar tersebut? Sehingga harus membuat tersentak? Bukankah pendapat-pendapat seperti itu sudah biasa diucapkan? Lalu apa yang menjadi luar biasa?
Pertanyaan dan pernyataan seperti itu seolah-oleh beruntun menerjang kepala saya, seraya berusaha menjelaskannya. Pendapat seperti itu, tidak akan menjadi luar biasa apabila disampaikan untuk para pegiat kemanusiaan atau untuk kelompok-kelompok yang memang aktivitas mereka ada di wilayah perjuangan pluralisme. Namun tidak demikian apabila ucapan itu didedikasikan untuk S.I.D.
Dengan latar belakang “glamour”, tampilan ala punker, musik cadas, dan segala atribut “gaul” yang disandang oleh grup band ini, seolah-olah mereka adalah tiga “berandal” yang hanya bermusik dan larut dalam kehidupan glamour. Rambut spiky, rantai bergelantungan di pinggang, berbusana gaul nan glamour tidaklah cukup menggambarkan ketepatan dari penyataan di awal tulisan ini. Betapa ketiga pemuda ini jauh dari kategori kelompok yang peduli dengan keadaan sekitar.
Ditambah lagi tangan yang tiada henti memegang botol minuman beralkohol, semakin menjauhkan cap pemuda yang mempunyai kepedulian terhadap kehidupan sosial. Belum lagi bila kita menengok ke belakang atas perjalanan grup band ini yang sempat dipenuhi dengan tuduhan rasis dan diskriminatif, menyebabkan S.I.D. sempat terpuruk dalam tuduhan-tuduhan rasis. Tentu saja keadaan ini kerap membuat roh lagu mereka menjadi hilang dan terkubur dalam “judge” glamour, rasis, dan anti sosial. Aktivitas-aktivitas mereka untuk kampanye kemanusiaan, kesetaraan, pluralisme menjadi sirna begitu saja.
Antara Glam dan Kemanusiaan
Sepanjang pengetahuan saya, SID baik sebagai sebuah grup band maupun individu-individunya adalah salah satu grup band yang cukup aktif dalam melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, tentunya yang paling sering adalah melakukan kampanye pluralisme, kemanusiaan dan juga lingkungan. Tidak sebatas hanya datang dan bermain musik, bahkan terlibat langsung dalam pengadaan kampanye termasuk memobilisasi resource untuk menggelar kampanye musik.
Komitmen mereka atas kemanusiaan, pluralisme, lingkungan tergambar pula secara kuat dalam lagu-lagu mereka. Dapat dicatat bahwa hampir dalam setiap album yang dirilis oleh SID terdapat tema-tema lagu yang mengedepankan persaudaraan, kesetaraan, pluralisme. Kita vs Mereka, Marah Bumi, Citra O.D bahkan dalam album terbarunya terdapat pesan untuk menjaga semangat keberagaman yang tercermin dalam lagu “Kuat Kita Bersinar”.
Dalam setiap mereka penampilannya, tak henti-hentinya mengingatkan penonton yang ada di depan mereka untuk menghargai setiap perbedaan. Kadangkala oleh Bobby dengan mimik serius bak orator, atau kadang dengan guyonan “jorok” ala Eka Rock yang mengundang tawa tapi sarat dengan pesan indahnya keberagaman.
“Akh, itu hal yang biasa kali, namanya juga cari popularitas,” begitu kira-kira pendapat yang muncul bila kita menelaah S.I.D dan sisi humanismenya. Namun pendapat itu menjadi keliru bila menyimak perjalanan kreativitas para personel S.I.D di kala mereka belum terkenal seperti sekarang. Cukup susah mengatakan bahwa tema lagu mereka tentang kemanusiaan, kesetaraan dan pluralisme, adalah sebatas lagu panggung. Sebatas untaian kata yang hanya diteriakan di panggung-panggung lalu hilang dan lepas tak bermakna di dalam kehidupan mereka di luar panggung. Atau sangat berat rasanya mengatakan, bahwa pesan-pesan mereka adalah pesan semu yang hanya untuk gagah-gagahan di atas panggung.
Lekat dalam ingatan saya bagaimana S.I.D termasuk salah satu band menyisihkan energinya untuk kegiatan-kegiatan jalanan terutama pada tahun 1998 di mana euforia reformasi sedang masak-masaknya. Aksi massa di kampus-kampus sedang marak, diskusi informal merebak tiap saat dan di situlah beberapakali terlibat pula pemuda-pemuda ini.
Mereka bergabung dalam setiap aktivitas, mengeluarkan “merchandise” dalam bentuk stiker-stiker. Bukan stiker gaul atau stiker yang beraroma dunia glam tapi “merchandice” yang berbau kampanye gerakan. Tercatat dalam ingatan saya, berbagai stiker sarkas dengan tulisan; “Sohardto F**k”, atau maaf” Tutut Titit” yang sesuai kehendak zaman pada saat itu. Mungkin seseuatu hal yang kecil, tetapi sarat akan makna kepedulian mereka dengan kondisi sosial.
Di tengah lagu-lagu mereka yang sekilas terkesan mengumbar tema glam, S.ID adalah salah satu band di Bali yang selalu siap tampil dalam acara-acara charity untuk kemanusiaan. Mungkin puluhan kali bahkan lebih, grup band ini terlibat secara aktif dalam pagelaran sosial tanpa bayaran. Tercatat S.I.D tampil dalam penggalangan dana untuk kemanusiaan pada saat bencana tsunami Aceh dan bencana gempa Jogjakarta. Bukan hanya sebatas tampil memikan musiknya, tapi juga peran Jerinx (drummer S.I.D) sebagai pengagas ide terutama dalam Pagelaran Kemanusiaan untuk bencana gempa Jogjakarta.
Demikian pula dalam hal perjuangan atas pluralisme dan keberagaman, S.I.D adalah Band yang terlibat pula secara aktif dalam kampanye penolakan RUU APP dari sejak dikumandangkan tahun 2006 sampai 2008. Tidak melulu aksi panggung tapi pemuda-pemuda ini juga terlibat dalam aksi-aksi jalanan. Menggarap roadshow musik untuk mengampanyekan, betapa berbahanya RUU APP dalam ranah Bhinekka Tunggal Ika. Betapa RUU APP mengancam sendi-sendi keberagaman dan berujung terancamnya nilai-nilai dan hakikat kemanusiaan.
Tema lagu kemanusiaan termanifestasikan dalam bentuk praktik-praktik S.I.D. Nilai universal kemanusiaan, menjadi lakon yang tidak bisa dinafikan begitu saja dari S.I.D. Kita masih ingat bagaimana agresi USA terhadap negara Irak? Di tengah kondisi sentimentil yang berkembang atas dunia Islam, S.I.D justru tampil dan keluar dari sentimentil itu. Solidaritas kemanusiaan adalah universal dan menembus batas tanpa memandang warna kulit, jenis kelamin, agama, suku, bangsa. Ini terwujudkan dalam pagelaran musik bertajuk “Stop War”, sebuah pagelaran musik untuk menentang agresi USA ke negara-negara Timur Tengah.
Apakah sebatas datang dan tampil dan menyanyi? Oh, tidak! S.I.D hadir dari menggagas ide, menyiapkan rencana kegiatan, mendesain propaganda dan mengumpulkan band-band untuk tampil bahkan sampai teknis acara. Itulah sekian banyak aktivitas dan praktek-praktek S.I.D yang menunjukan keselarasan antara tema lagu dengan praktik kehidupan nyata mereka.
Di tangan mereka, dunia “glam” menjadi tidak sebatas hura-hura dan dentingan sulang gelas dan botol alkohol . Dunia “glam saat ini menjadi dunia yang sarat dengan upaya penyadaran akan nilai-nilai kemanusiaan, keberagaman, keseteraan dan perdamaian. Pesan-pesan yang secara termaktub dalam lagu-lagu mereka, terpropagandakan dalam “orasi-orasi panggung” dan mampu membangunkan kesadaran orang-orang akan arti penting dari nilai-nilai itu. Minimal di tingkatan penggemar mereka a.k.a outSIDers. Mampu meretas perbedaan sempit yang selama ini dikonstruksi oleh negara atas sekat-sekat suku, agama, ras, jenis kelamin, kebangsaan dll.
Lalu seberapa pentingkah ucapan penonton yang saya sampaikan di awal tulisan ini? Buat saya pernyataan itu sangat istimewa. Inilah pertamakalinya saya mendengar “pengakuan” atas aktivitas-aktivitas S.I.D yang sesungguhnya tidak pernah lepas dari dinamika sosial. Setidaknya ada satu orang yang tersadarkan atas kampanye dan propaganda lagu S.I.D selama ini. Bahkan bisa saja mewakili puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang lainnya. Sehingga judge fatalis (rasis, anti sosial) terkubur seiiring waktu.
Di tengah krisisnya bangsa ini akan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, dengan bergelimang manusia-manusia berperilaku primitif dan berpikiran sempit nan membosankan, S.I.D tampil sebagai oase yang memberikan secercah harapan. Semestinya orang-orang yang selalu bertampilan necis, berjas rapi, mengaku orang terhormat merasa malu karena justru pesan-pesan kemanusiaan, anti diskriminasi, kesetaraan keluar dari mulut “berandal-berandal” ini.
Semoga tetep konsisten, mari ciptakan dunia baru tanpa diskriminasi. S.I.D “glam”mu kami tunggu seiiring dengan laju sepeda “lowrider” yang mengilhami orang untuk mencintai lingkungan.
……Dan kau sahabatku, mari kita bersulang!
Jakarta, 14 Maret 2009


http://gendovara.com/superman-is-dead-sid-oase-ditengah-pemikiran-sempit-keseragaman/